Fenomena kemiskinan di Indonesia
Jumlah penduduk yang tergolong memiliki kehidupan mapan di Indonesia ternyata mengejutkan. Riset Standard Chartered Bank menyebutkan, jumlah orang mapan atau berpenghasilan Rp240-500 juta per tahun mencapai 4 juta orang.
Jumlah itu menempati urutan ketiga negara di Asia (kecuali Jepang) setelah China dan India. Jumlah penduduk mapan China mencapai 23,3 juta orang, sedangkan India sebanyak 5,2 juta orang.
Jumlah itu menempati urutan ketiga negara di Asia (kecuali Jepang) setelah China dan India. Jumlah penduduk mapan China mencapai 23,3 juta orang, sedangkan India sebanyak 5,2 juta orang.
Jika dibandingkan dengan negara Asia, jumlah penduduk mapan Indonesia merupakan 9 persen dari populasi penduduk kaya Asia. Jumlah orang mapan Indonesia mengalahkan Korea (3,2 juta jiwa), Taiwan (1,8 juta jiwa), Malaysia (1,6 juta jiwa), Hong Kong (1,2 juta jiwa) dan Singapura (700 ribu jiwa).
Total jumlah penduduk mapan di Asia mencapai 42 juta orang pada 2009 dan diperkirakan meningkat menjadi 86 juta pada 2013. Sedangkan yang masuk golongan lebih makmur atau kalangan atas jumlahnya lebih sedikit, hanya 18 juta orang. Jumlah itu diramalkan kan melonjak 18 persen menjadi 35 juta orang pada 2013. Sementara itu, untuk level tertinggi atau super kaya jumlahnya mencapai satu juta dan diperkirakan meningkat menjadi dua juta pada 2013.
Jumlah populasi kalangan mapan di Asia meningkat 2,5 kali lipat dibanding kalangan atas. Sedangkan satu dari empat kalangan mapan akan meningkat menjadi kalangan atas pada tiga tahun mendatang. Orang mapan ini mempunyai beberapa syarat, yaitu penghasilan Rp240 juta ke atas setiap tahun atau melakukan investasi Rp150 juta per tahun.
Riset menunjukkan bahwa kalangan mapan di Asia meningkat sekitar 20 persen selama beberapa tahun belakangan. Mereka terdiri dari usia 25-40 tahun, atau didominasi kaum muda, profesional, eksekutif dinamis dan pasangan keluarga muda.
Dari sisi belanja, kalangan mapan itu menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2000 jumlah yang mereka belanjakan hanya US$800 juta. Sepuluh tahun kemudian uang yang merka belanjakan melonjak menjadi US$30,2 miliar.
Pertumbuhan Spektakuler
Tak hanya riset Standard Chartered Bank, riset Credit Suisse Research Institute dalam laporan "Credit Suisse Global Wealth Report 2010' dan riset Merril Lynch Wealth Management, Bank of America dan Capgemini dalam laporan "Asia Pacific Wealth Report 2010" juga menyebutkan banyaknya miliarder Indonesia.
Selain kekayaan secara rata-rata, kedua riset itu lebih menyoroti mereka yang masuk dalam kategori high net worth. Ini adalah istilah yang kerap mereka gunakan untuk menyebutkan seseorang yang memiliki harta atau kekayaan minimal US$1 juta atau Rp9 miliar.
Menurut Credit Suisse, di Indonesia jumlah pemilik kekayaan bersih di atas Rp9 miliar diperkirakan mencapai 60 ribu orang dewasa. Sebagian besar (80 persen) kekayaan orang Indonesia tersebut diinvestasikan dalam instrumen non finansial, seperti properti baik bangunan dan tanah.
Bukan hanya untuk kelompok miliarder, secara keseluruhan, Credit Suisse mencatat rata-rata kekayaan orang Indonesia meningkat lima kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. "Ini adalah pertumbuhan spektakuler di dunia," kata Walter Berchtold, CEO Private Banking Credit Suisse dalam laporannya.
Di Indonesia, secara rata-rata, kekayaan bersih 150 juta warga dewasa rata-rata lebih dari US$2.300 pada tahun 2000. Sekarang, sudah melonjak menjadi US$12.000. Salah satu sumber kenaikan kekayaan warganya adalah dari kenaikan harga properti dalam satu dekade ini.
Sedangkan, menurut Merrill Lynch dan Capgemini jumlah miliarder Indonesia sebanyak 24 ribu orang yang memiliki kekayaan bersih di atas Rp9 miliar dengan total harta US$80 miliar.
Banyaknya orang mapan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pendapatan penduduk. Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia US$3000 atau Rp27 juta per tahun. Pemerintah menargetkan pendapatan per kapita pada 2025 menembus US$12.900-16.100 per tahun atau sekitar Rp116-145 juta per tahun.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan, kenaikan itu disebabkanoleh pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai sekitar enam persen atau lebih, yang pada gilirannya akan meningkatkan Produk Domestik Brutto. "Dampaknya akan lebih bagus jika pertumbuhan PDB lebih cepat dibanding laju pertumbuhan penduduk," ujarnya.
Selain kekayaan secara rata-rata, kedua riset itu lebih menyoroti mereka yang masuk dalam kategori high net worth. Ini adalah istilah yang kerap mereka gunakan untuk menyebutkan seseorang yang memiliki harta atau kekayaan minimal US$1 juta atau Rp9 miliar.
Menurut Credit Suisse, di Indonesia jumlah pemilik kekayaan bersih di atas Rp9 miliar diperkirakan mencapai 60 ribu orang dewasa. Sebagian besar (80 persen) kekayaan orang Indonesia tersebut diinvestasikan dalam instrumen non finansial, seperti properti baik bangunan dan tanah.
Bukan hanya untuk kelompok miliarder, secara keseluruhan, Credit Suisse mencatat rata-rata kekayaan orang Indonesia meningkat lima kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. "Ini adalah pertumbuhan spektakuler di dunia," kata Walter Berchtold, CEO Private Banking Credit Suisse dalam laporannya.
Di Indonesia, secara rata-rata, kekayaan bersih 150 juta warga dewasa rata-rata lebih dari US$2.300 pada tahun 2000. Sekarang, sudah melonjak menjadi US$12.000. Salah satu sumber kenaikan kekayaan warganya adalah dari kenaikan harga properti dalam satu dekade ini.
Sedangkan, menurut Merrill Lynch dan Capgemini jumlah miliarder Indonesia sebanyak 24 ribu orang yang memiliki kekayaan bersih di atas Rp9 miliar dengan total harta US$80 miliar.
Banyaknya orang mapan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pendapatan penduduk. Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia US$3000 atau Rp27 juta per tahun. Pemerintah menargetkan pendapatan per kapita pada 2025 menembus US$12.900-16.100 per tahun atau sekitar Rp116-145 juta per tahun.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan, kenaikan itu disebabkanoleh pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan mencapai sekitar enam persen atau lebih, yang pada gilirannya akan meningkatkan Produk Domestik Brutto. "Dampaknya akan lebih bagus jika pertumbuhan PDB lebih cepat dibanding laju pertumbuhan penduduk," ujarnya.
Jika momentum pertumbuhan terus dijaga, kata Rusman, pertumbuhan akan bisa mencapai tujuh persen atau lebih. Makin bergairahnya perekonomian nasional akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan per kapita.
Ekonom Dradjad Hari Wibowo menilai ada sejumlah penyebab mengapa kelompok kelas menengah ini mengalami pertumbuhan pesat. Dradjad mengistilahkan mereka sebagai kelompok orang kaya baru Indonesia.
Pertama, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin membaik. Belakangan ini, semakin banyak penduduk yang mengenyam akses pendidikan sejak diberlakukannya wajib belajar dulu. "Makin banyak sarjana dan pasca sarjana."
Kedua, reformasi ekonomi dan politik telah menciptakan banyak orang kaya baru terutama dari perkebunan, pertambangan khususnya batu bara dan sebagian kehutanan. Kalau sebelumnya akses terhadap kekayaan sumber alam hanya dikuasai kelompok terbatas, sekarang lebih meluas ke elit-elit politik, daerah, ormas.
Ketiga, imbas dari booming sektor keuangan, teknologi informasi dan industri kreatif menciptakan orang kaya baru dari kelompok muda. Kelompok ini perlu diperbesar. Boomingini bukan hanya terjadi di sektor industri. Namun, sektor pertanian juga berkembang lebih pesat. Ini merupakan resep yang ampuh untuk mengentaskan penduduk miskin.
Ekonom Dradjad Hari Wibowo menilai ada sejumlah penyebab mengapa kelompok kelas menengah ini mengalami pertumbuhan pesat. Dradjad mengistilahkan mereka sebagai kelompok orang kaya baru Indonesia.
Pertama, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang semakin membaik. Belakangan ini, semakin banyak penduduk yang mengenyam akses pendidikan sejak diberlakukannya wajib belajar dulu. "Makin banyak sarjana dan pasca sarjana."
Kedua, reformasi ekonomi dan politik telah menciptakan banyak orang kaya baru terutama dari perkebunan, pertambangan khususnya batu bara dan sebagian kehutanan. Kalau sebelumnya akses terhadap kekayaan sumber alam hanya dikuasai kelompok terbatas, sekarang lebih meluas ke elit-elit politik, daerah, ormas.
Ketiga, imbas dari booming sektor keuangan, teknologi informasi dan industri kreatif menciptakan orang kaya baru dari kelompok muda. Kelompok ini perlu diperbesar. Boomingini bukan hanya terjadi di sektor industri. Namun, sektor pertanian juga berkembang lebih pesat. Ini merupakan resep yang ampuh untuk mengentaskan penduduk miskin.
Kaum Miskin Masih Besar
Meningkatnya kaum mapan itu apakah berarti penduduk miskin di Indonesia berkurang?
Mengenai hal itu, Chief Economist Danareksa Research, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan, "Meski angka kemiskinan menurun, namun jumlahnya masih besar."
Data menunjukkan, prosentase angka kemiskinan hanya turun 0,9 poin dari dari 14,2 persen pada 2009 menjadi 13,3 persen pada 2010. Bila dilihat jumlah, penduduk miskin Indonesia turun dari 32 juta jiwa menjadi 31,02 juta pada 2010.
Perhitungan Purbaya, untuk mengurangi angka kemiskinan secara berkesinambungan, pemerintah harus berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi 6,7 persen atau lebih baik bisa mencapai 7 persen. Pertumbuhan ekonomi ini, kata dia, tidak boleh terkonsentrasi pada kalangan tertentu, seperti kelas menengah ke atas.
Ia mencontohkan Mesir mempunyai pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu 7 persen pada 2006-2008, dan melambat menjadi 5 persen pada 2009. Namun angka kemiskinan tidak turun secara merata. Akibatnya timbul keresahan sosial karena ketimpangan tersebut.
banyaknya orang miskin : Pemerintah membanggakan angka kemiskinan turun dari 14,2 persen pada 2009 menjadi 13,3 persen pada 2010. Atau penduduk miskin Indonesia turun dari 32 juta jiwa menjadi 31,02 juta pada 2010.
Pertanyaannya, benarkah penduduk miskin Indonesia hanya 31,02 juta jiwa?
Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengakui sangat mungkin angka kemiskinan menurun. Artinya jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan, yaitu dengan pengeluaran per bulan Rp211.726 mengalami menurun.
Pengamat ekonomi Hendri Saparini mengakui sangat mungkin angka kemiskinan menurun. Artinya jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan, yaitu dengan pengeluaran per bulan Rp211.726 mengalami menurun.
Namun, dia menekankan orang yang hidup miskin sebenarnya jauh lebih besar. Itu jika dengan memasukkan orang yang mendekati garis kemiskinan, maka jumlahnya lebih besar.
"Jika berbicara soal orang miskin, semestinya tak hanya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan berkurang, namun juga bicara mereka yang mendekati garis kemiskinan," kata dia kepada VIVAnews di Jakarta.
"Jika berbicara soal orang miskin, semestinya tak hanya mereka yang berada di bawah garis kemiskinan berkurang, namun juga bicara mereka yang mendekati garis kemiskinan," kata dia kepada VIVAnews di Jakarta.
Sebagai gambaran orang miskin Indonesia lebih banyak dari 31 juta jiwa, Hendri menyebutkan jumlah penduduk yang mendapatkan jatah beras miskin yaitu 17,5 juta keluarga. Jika diasumsikan satu keluarga beranggotakan empat orang, maka sesungguhnya jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 70 juta jiwa.
"Jika masyarakat menganggap pemerintah tidak berhasil mengentaskan kemiskinan, ya wajar saja. Karena ukuran miskin dengan pengeluaran sekitar Rp200 ribu per bulan itu sangat kecil. Susah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ujarnya.
Hendri berpendapat, untuk mengentaskan kemiskinan, dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar, pangan, dan papan bagi masyarakat miskin yang tidak produktif. Namun untuk yang produktif, pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan.
Hendri berpendapat, untuk mengentaskan kemiskinan, dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar, pangan, dan papan bagi masyarakat miskin yang tidak produktif. Namun untuk yang produktif, pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan.
Menurutnya, yang diperlukan adalah koreksi terhadap definisi pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, solusinya tidak hanya fokus pada mengurangi jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan, namun juga membantu mereka yang mendekati garis kemiskinan.
Sebelumnya, pemerintah mengklaim berhasil mengentaskan 1,5 juta penduduk miskin sepanjang 2010. Tidak hanya itu, pemerintah juga mengaku telah membuka 3,4 juta lapangan kerja baru pada 2010. (hs)
Pangan mahal bagi si miskin
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta semua pihak memperhatikan kebutuhan pokok masyarakat. Pesan ini khususnya disampaikan Heryawan kepada jajaran organisasi pelayanan daerah di Provinsi Jawa Barat yakni Perum Bulog, BUMD dan Asosiasi Perdagangan Ritel Indonesia Jawa Barat.
Pemerintah, kata Heryawan, telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Antara lain, mempercepat distribusi Program Beras Miskin (Raskin) tahun 2011 tingkat Provinsi Jawa Barat. Tahun 2011 ini, pagu alokasi Raskin Jawa Barat meningkat 5,56 persen.
“Program penanggulangan kemiskinan dibagi ke dalam 3 kluster, yaitu kluster I terkait bantuan dan perlindungan sosial, kluster II urusan pemberdayaan masyarakat dan kluster III urusan pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK)," kata Heryawan usai membuka Bazaar Murah Kebutuhan Pokok Masyarakat (Kepokmas) dan Produk Dalam Negeri serta Launching Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) tahun 2011 Tingkat Provinsi Jawa Barat, di Halaman Parkir Barat Gedung Sate, Jl Diponegoro 22, Senin 31 Januari 2011.
Khusus kluster I dengan fokus bantuan dan perlindungan sosial melalui implementasi program raskin. Berdasarkan data, di Jawa Barat sendiri, penyaluran program beras untuk keluarga miskin (Raskin) sampai 31 Desember 2010, telah berhasil terdistribusi sebanyak 475,5 juta kilogram lebih, atau mencapai 98,48 persen dari pagu Jawa Barat, 482,89 juta kilogram.
Pemerintah, kata Heryawan, telah melakukan berbagai upaya dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Antara lain, mempercepat distribusi Program Beras Miskin (Raskin) tahun 2011 tingkat Provinsi Jawa Barat. Tahun 2011 ini, pagu alokasi Raskin Jawa Barat meningkat 5,56 persen.
“Program penanggulangan kemiskinan dibagi ke dalam 3 kluster, yaitu kluster I terkait bantuan dan perlindungan sosial, kluster II urusan pemberdayaan masyarakat dan kluster III urusan pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK)," kata Heryawan usai membuka Bazaar Murah Kebutuhan Pokok Masyarakat (Kepokmas) dan Produk Dalam Negeri serta Launching Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) tahun 2011 Tingkat Provinsi Jawa Barat, di Halaman Parkir Barat Gedung Sate, Jl Diponegoro 22, Senin 31 Januari 2011.
Khusus kluster I dengan fokus bantuan dan perlindungan sosial melalui implementasi program raskin. Berdasarkan data, di Jawa Barat sendiri, penyaluran program beras untuk keluarga miskin (Raskin) sampai 31 Desember 2010, telah berhasil terdistribusi sebanyak 475,5 juta kilogram lebih, atau mencapai 98,48 persen dari pagu Jawa Barat, 482,89 juta kilogram.
Adapun sisa pembayaran yang belum terselesaikan sebesar Rp29,96 miliar lebih. Diharapkan ke depan secara bertahap, penyelesaian pembayaran dan penyaluran beras miskin tersebut akan diselesaikan segera. “Sebagaimana launching secara nasional di Provinsi Banten pada 25 Januari 2011 lalu, pagu bagi Jawa Barat adalah 511.29 juta kilogram lebih,” ujar Gubernur yang didukung Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional itu.
Menurut Heryawan, jumlah pagu bagi Jawa Barat itu akan dibagi untuk 2,84 juta lebih Rumah Tangga Sasaran (RTS). Angka itu hasil Pendataan BPS pada Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008. Alokasi pagu program raskin itu meningkat signifikan, yaitu sebanyak 28,405 ribu ton, atau meningkat 5,56% dari alokasi pagu program Raskin 2010.
Sesuai target, raskin itu akan disalurkan dalam waktu 12 bulan. Tiap RTS mendapat 15 kg/bulan, dengan harga Rp1.600,-/kg di setiap titik distribusi.
Menurut Heryawan, jumlah pagu bagi Jawa Barat itu akan dibagi untuk 2,84 juta lebih Rumah Tangga Sasaran (RTS). Angka itu hasil Pendataan BPS pada Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008. Alokasi pagu program raskin itu meningkat signifikan, yaitu sebanyak 28,405 ribu ton, atau meningkat 5,56% dari alokasi pagu program Raskin 2010.
Sesuai target, raskin itu akan disalurkan dalam waktu 12 bulan. Tiap RTS mendapat 15 kg/bulan, dengan harga Rp1.600,-/kg di setiap titik distribusi.
Mencermati tingginya pagu program raskin tahun 2011, Heryawan berharap kepada jajaran pemerintah Jawa Barat meningkatkan koordinasi dan kerjasama, agar pagu raskin itu bisa tersaurkan dengan tepat, efektif dan efisien. • VIVAnews
Yang Miskin dan Terpinggirkan Zaman
VIVAnews - Bangunan itu masih terlihat megah. Sejak pertama menyusuri komplek Keraton Surakarta Hadiningrat melalui Alun-alun Utara--memasuki bagian Sitihinggil, Gerbang Kori Brojonolo, Kori Kamandungan, Kori Sri Manganti, hingga ke Pelataran Kedaton--masih terlihat jelas jejak-jejak kemegahan arsitektural bangunan yang didirikan sejak 1744 itu.
Keraton ini turut diarsiteki oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I, yang juga mendesain Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tak heran bila masing-masing elemen arsitektur bangunan itu sama-sama memiliki makna simbolis. Misalnya saja, sebuah cermin besar yang ditempatkan di pintu gerbang Kori Kamandungan, bermakna agar para pengunjung bercermin dan berintrospeksi sebelum masuk ke dalam Keraton.
Namun, bila diperhatikan secara seksama, beberapa sudut bangunan di Keraton Surakarta sudah terlihat rusak. Kulit-kulit tembok mengelupas serta lumut menghiasi beberapa bagian tembok. Tubuh keraton yang rompal di sana-sini serta pilar-pilar kayu yang mulai mengeropos, jelas menandai memudarnya kharisma dan wajah Keraton Surakarta yang dulu merupakan salah satu bangunan yang paling eksotik di masanya.
“Bisa dibilang 50 persen bangunan Keraton Surakarta rusak parah. Entah itu dindingnya mengelupas atau kosong dan tidak terawat, “ ujar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger, putra Pakubuwono XII, kepada VIVAnews.com.
KGPH Puger menjelaskan beberapa bangunan yang rusak, di antaranya adalah tempat-tempat yang sering digunakan untuk kegiatan kerajaan, kampung-kampung abdi dalem, Kali Putri, Keputren, dan Kampung Kepatihan.
Ini menjelaskan bagaimana Keraton Surakarta terseok-seok untuk bertahan di tengah gerusan zaman, karena tak punya biaya menghidupi dirinya sendiri.
Ini menjelaskan bagaimana Keraton Surakarta terseok-seok untuk bertahan di tengah gerusan zaman, karena tak punya biaya menghidupi dirinya sendiri.
"Kalau dari keraton sendiri, jelas tidak bisa. Nah, sekarang kami dari mana sumber pendanaannya? Kalau hanya mengandalkan dari pemasukan obyek wisata, jelas sangat-sangat kurang, “ katanya.
Menurut KGPH Puger, keraton memang tidak memiliki dana untuk merawat bangunan yang berdiri di tanah seluas 70 hektare itu. Apalagi pasca bergabungnya keraton ke pangkuan Republik Indonesia, semua aset kekayaan milik keraton termasuk tanah dan perusahaan, telah dinasionalisasi oleh negara.
“Dulu, kami punya perusahaan air minum, perkebunan, pertanian, pajak, kereta api, gula dan bangunan-bangunan yang sekarang dijadikan untuk kepentingan pemerintah NKRI,” ujar KGPH Puger. Saat masih milik keraton, perusahaan-perusahaan itu menjadi penopang untuk membiayai kebutuhan keraton.
Proses penyerahan aset itu sendiri, kata dia, diambil atas inisatif Pakubuwono XII untuk ikut membantu NKRI. “Negara ini beruntung. Dulu tidak punya apa-apa, tapi kemudian dibantu oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia untuk menopangnya,” ia menerangkan.
Awalnya, kata dia, Keraton Surakarta menitipkan asetnya kepada NKRI agar dimanfaatkan dengan sistem bagi hasil. "Namun, lama kelamaan Sinuhun ditinggal begitu saja," ia mengeluhkan. Padahal, keraton masih harus membiaya perawatan keraton, upacara-upacara tradisional, serta menggaji para abdi dalem.
Kekuasaan Kasunanan pun semakin menyusut seiring bergabungnya mereka dengan NKRI. Alhasil, kata dia, pihak keraton tak mampu membiayai ongkos perawatan keraton yangnotabene adalah bangunan peninggalan budaya yang musti dilindungi.
Bangunan keraton yang dulu menjadi tempat tinggal abdi dalem, kini kosong dan tak terawat, karena sudah tidak ditempati lagi. Jangankan merawat bangunan, untuk menggaji abdi dalem saja, KGPH Puger mengatakan, tidak mencukupi.
Kondisi serupa kurang lebih juga dialami oleh keraton-keraton dan kerajaan-kerajaan lain. Misalnya saja keraton Kanoman Cirebon, yang kondisinya tak kalah memprihatinkan.
Pintu gerbang Keraton Kanoman yang biasa dibuka saat acara Grebeg Syawal terlihat telah memudar warnanya. Suasana di dalam bangunan utama keraton juga dipenuhi dinding berlapis lumut. Benda-benda yang dipajang di museum, ornamen ukiran, banyak yang tak terawat, kusam dan berdebu. Eternit lapuk, bahkan ada juga yang sudah jebol.
Belum lagi pembangunan kota yang tak memperhatikan aspek tata ruang, sehingga lokasi Keraton Kanoman tersembunyi dan dikelilingi bangunan-bangunan lain. Untuk masuk ke Keraton Kanoman, pengunjung musti masuk dari Pasar Kanoman yang terkesan kumuh dan penuh para pedagang.
Praktis, kini keraton-keraton mengandalkan dana dari pemerintah untuk membiayai hidupnya. Keraton Surakarta, misalnya, mendapatkan subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan operasional, termasuk untuk membayar listrik telepon dan air.
Pada 2010, Keraton Surakarta mendapatkan anggaran sebesar Rp300 juta untuk biaya operasional. Namun tak semua keluarga kerajaan di masa lalu mendapatkan subsidi dari pemerintah.
Misalnya saja, Puri Agung Pemecutan, yang merupakan sisa kerajaan yang berlokasi di Denpasar Bali. Menurut Anak Agung Ngurah Putra Darma Nuraga, yang merupakan keturunan dari Raja Pemecutan, puri mereka sama sekali tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
Padahal, Puri Agung kerap kali mengadakan berbagai upacara untuk melestarikan adat dan tradisi mereka. "Di Bali tak pernah ada bantuan dari pemerintah untuk puri-puri. Sebagaimanapun besarnya upacara yang dilakukan, semuanya dana dari keluarga kami sendiri. Tidak ada sesen pun dana bantuan pemerintah,” kata dia kepada VIVAnews.com.
Padahal, kata dia, awal dari pemerintahan modern NKRI semua berawal dari dukungan kerajaan-kerajaan termasuk dari Bali. “Terbentuknya NKRI tidak terlepas dari peran kerajaan itu sendiri," katanya.
Keluarga puri, ia menjelaskan, tidak memiliki uang untuk mengembangkan purinya. "Inilah yang harus diperhatikan pemerintah. Janganlah memperhatikan pemerintahannya saja, namun cikal bakal NKRI diabaikan.”
Mirisnya lagi, kendati beberapa keraton mendapatkan subsidi dari pemerintah, terkadang hal itu juga tak sepenuhnya mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pertengahan September lalu, berbagai media massa mengungkap kabar yang menyedihkan: Keraton Surakarta menunggak biaya listrik selama tiga bulan.
Oleh pihak PLN, Keraton Surakarta dinyatakan menunggak pembayaran tagihan listrik sebesar Rp30 juta antara Juli-September 2010. Aliran listrik ke Keraton sempat diancam diputus oleh PLN. Pihak DPRD sempat mempertanyakan pengelolaan dana dari pemerintah oleh keraton. Namun, pihak keraton mengatakan bahwa tunggakan ini terjadi akibat telatnya pencairan dana dari pemerintah.
Apapun alasanya, kabar ini sudah pasti akan semakin menjatuhkan wibawa keraton di mata masyarakat. Sepertinya, keraton-keraton dan kerajaan yang ada di nusantara, khususnya yang tak memiliki kekuasaan eksekutif seperti Keraton Yogyakarta, memang menghadapi tantangan yang berat untuk bisa terus bertahan di zaman modern. (Laporan: Fajar Sodiq dan Peni Widarti | kd)
• VIVAnews
Orang Miskin Paling Banyak di Pulau Jawa
VIVAnews - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat data kemiskinan di Indonesia masih cukup besar dan tidak merata. Dari 31,02 juta penduduk yang hidup miskin, sebagian besarnya (55,83 persen) menetap di Pulau Jawa.
Plh Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UKM Bappenas Prasetijono Widjojo menyatakan bahwa Pulau Jawa ini menempati peringkat pertama dibanding Pulau Sumatra yang ada di peringkat kedua dengan prosentase 21,44 persen dari total 31 juta penduduk miskin.
Plh Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UKM Bappenas Prasetijono Widjojo menyatakan bahwa Pulau Jawa ini menempati peringkat pertama dibanding Pulau Sumatra yang ada di peringkat kedua dengan prosentase 21,44 persen dari total 31 juta penduduk miskin.
Sementara itu, Bali dan Nusa Tenggara Timur serta Sulawesi merupakan wilayah dengan peringkat ketiga dan keempat. Masing-masing untuk Sulawesi 7,6 persen, Bali dan Nusa Tenggara 7,1 persen, Kalimantan 3,3 persen, Papua 3,3 persen dan Maluku 1,5 persen.
Selain mencatat jumlah penduduk miskin, Bappenas juga mencatat masih terjadi kesenjangan tingkat kemiskinan yang signifikan antar provinsi di Indonesia. Tercatat dari 33 provinsi, ada 17 yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional. "16 provinsi lainnya sudah memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional," kata Prasetijono di Jakarta, Rabu 8 Desember 2010.
Provinsi yang masih memiliki tingkat kemiskinan dua kali lipat dari rata-rata nasional (13,33 persen) adalah Papua sebesar 36,80 persen, Papua Barat 34,88 persen dan Maluku sebesar 27,74 persen. Untuk pulau Sumatra, provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional yakni Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.
Di Pulau Jawa dan Bali, sebanyak tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur tercatat sebagai provinsi yang tingkat kemiskinanya di atas rata-rata nasional.
Data lain adalah, tingkat kemiskinan di daerah pedesaan secara signifikan masih lebih tinggi dibanding dengan daerah perkotaan. Tercatat tingkat kemiskinan di daerah per desaan Indonesia mencapai 16,56 persen sedang di perkotaan adalah sebesar 9,87 persen.
Namun demikian, Prasetijono mengatakan bahwa dengan menggunakan garis kemiskinan nasional yang berlaku, tingkat kemiskinan secara umum cenderung terun menurun selama periode 1976-1996.
Krisis ekonomi pada 1997/1998 adalah faktor utama yang membuat angka kemiskinan di Indonesia meningkat secara drastis dari angka 22,5 juta penduduk miskin pada 1996, menjadi 49,5 juta pada 1997/1998. Angka ini kini berangsur turun menjadi tinggal 31 juta per Maret 2010.
Satu hal yang masih menjadi sorotan adalah ditemukan indeks kedalaman kemiskinan yang masih ditemukan tinggi di beberapa daerah, yakni Papua Barat dengan indeks 11,52, Papua 11,51, Maluku 6,94, Gorontalo 6,26, Aceh 4,87, Sulawesi Tengah 4,8, Yogyakarta 4,74 dan Nusa Tenggara Timur 4,47.
Indeks kedalaman kemiskinan adalah indikator yang mengukur kesenjangan pengeluaran rata-rata penduduk miskin terhadap garis kemiskinan nasional.
Selain mencatat jumlah penduduk miskin, Bappenas juga mencatat masih terjadi kesenjangan tingkat kemiskinan yang signifikan antar provinsi di Indonesia. Tercatat dari 33 provinsi, ada 17 yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional. "16 provinsi lainnya sudah memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional," kata Prasetijono di Jakarta, Rabu 8 Desember 2010.
Provinsi yang masih memiliki tingkat kemiskinan dua kali lipat dari rata-rata nasional (13,33 persen) adalah Papua sebesar 36,80 persen, Papua Barat 34,88 persen dan Maluku sebesar 27,74 persen. Untuk pulau Sumatra, provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional yakni Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.
Di Pulau Jawa dan Bali, sebanyak tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur tercatat sebagai provinsi yang tingkat kemiskinanya di atas rata-rata nasional.
Data lain adalah, tingkat kemiskinan di daerah pedesaan secara signifikan masih lebih tinggi dibanding dengan daerah perkotaan. Tercatat tingkat kemiskinan di daerah per desaan Indonesia mencapai 16,56 persen sedang di perkotaan adalah sebesar 9,87 persen.
Namun demikian, Prasetijono mengatakan bahwa dengan menggunakan garis kemiskinan nasional yang berlaku, tingkat kemiskinan secara umum cenderung terun menurun selama periode 1976-1996.
Krisis ekonomi pada 1997/1998 adalah faktor utama yang membuat angka kemiskinan di Indonesia meningkat secara drastis dari angka 22,5 juta penduduk miskin pada 1996, menjadi 49,5 juta pada 1997/1998. Angka ini kini berangsur turun menjadi tinggal 31 juta per Maret 2010.
Satu hal yang masih menjadi sorotan adalah ditemukan indeks kedalaman kemiskinan yang masih ditemukan tinggi di beberapa daerah, yakni Papua Barat dengan indeks 11,52, Papua 11,51, Maluku 6,94, Gorontalo 6,26, Aceh 4,87, Sulawesi Tengah 4,8, Yogyakarta 4,74 dan Nusa Tenggara Timur 4,47.
Indeks kedalaman kemiskinan adalah indikator yang mengukur kesenjangan pengeluaran rata-rata penduduk miskin terhadap garis kemiskinan nasional.
Pengentasan kemisikinan
· Penataan kawasan kumuh
Pada tahun 2009 penataan kawasan kumuh ini telah diusulkan keapada Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Sasaran dari kegiatan ini adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
· Pembangunan Perumahan kawasan nelayan
Perumahan kawasan nelayan untuk selanjutnya disebut kawasan nelayan adalah perumahan kawasan khusus untuk menunjang kegiatan fungsi kelautan dan perikanan. Penanganan penyelenggaraan kawasan nelayan diprioritaskan bagi yang mempunyai kondisi sebagai berikut :
1. Kondisi lingkungannya tidak tertata dan kumuh
2. Mencemari perairan di sekitarnya
3. Aksessibilitas rendah ke kawasan nelayan atau terisolir karena misalnya terletak di perbatasan Negara dan pulau-pulau kecil terpencil
4. Masyarakatnya miskin
5. Rawan bencana kebakaran
6. Rawan terhadap terpaan gelombang termasuk abrasi, tsunami dan angin
7. Adanya rencana pembangunan pelabuhan perikanan, dan industri perikanan
Rencana kegiatan perumahan kawasan nelayan ini juga pada tahun 2009 sudah diusulkan kepada Kementerian Negara Perumahan Rakyat.
· Pembangunan Rumah Layak Huni
Dengan membangun rumah layak huni rakyat miskin tidak perlu merasakan takut digusur dan dapat mengurangi tempat kumuh (slum).
· Membuat lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya
Dengan membuat lapangan pekerjaan orang-orang miskin dapat mendapatkan penghasilan sehingga kemiskinan dapat di tekan.
· Pendidikan gratis untuk orang miskin
Dengan pendidikan gratis untuk rakyat miskin dapat mendapat pendidikan yang layak sehingga mereka dapat memperbaiki taraf hidup mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar