Sabtu, 23 Oktober 2010

studi kasus C-D

Cara Membentuk Karakter Positif Anak
Setiap orang tua pasti mendambakan, menginginkan anaknya mempunyai karakter yang baik, maka untuk itu orang tua harus mengetahui pola asuh untuk menentukan karakter anak.
Pola pengasuhan yang tepat bisa memberikan dampak yang baik pada anak, di antaranya dapat membentuk karakter positif anak. Seperti apa pola asuh yang tepat bagi buah hati Anda?
Karakter merupakan suatu hal yang bisa digunakan sebagai ciri untuk mengenali seseorang. Karakter atau watak mengisyaratkan suatu norma tingkah laku tertentu, di mana seorang individu akan dinilai perbuatannya. Dengan kata lain, karakter merupakan kepribadian yang dievaluasi secara normatif. Sebagai contoh, karakter seorang pemurah hati, seorang penolong; atau bisa pula sebaliknya, karakter seorang pencuri, koruptor, dan lain-lain.
“Karakter atau watak memiliki potensi yang besar untuk memengaruhi pola pikir, perasaan, dan tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari,” tutur pengamat anak, Dr Seto Mulyadi Spi Msi, yang akrab disapa Kak Seto ini.
Kak Seto menuturkan bahwa karakterlah yang menentukan bagaimana bentuk kontribusi seorang individu baik terhadap perkembangan diri, keluarga, lingkungan, maupun bangsa dan bahkan kepada dunia serta alam semesta.
Sementara karakter positif yang dimiliki seorang individu, memiliki energi positif yang pengaruhnya akan mampu menyebar ke lingkungan sekitarnya. Bahkan, bisa menarik atau membangkitkan karakter positif milik individu-individu yang lain.
“Karakter positif perlu dimiliki karena dasar-dasar karakter yang positif ini akan membuatnya mampu bersosialisasi dengan baik dengan lingkungan sekitarnya,” ucap psikolog lulusan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia ini.
Karakter positif itu terbangun dengan proses yang cukup lama yang melibatkan peran serta banyak pihak, baik keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
“Dengan demikian, pembentukan karakter melalui suatu pola asuh yang tepat, merupakan hal yang mesti segera diwujudkan dalam dunia pendidikan kita,” paparnya dalam seminar “Membentuk Anak Berkarakter Positif dengan PolaAsuh Tepat” pada acara Smart Parents Conference 2010 di Jakarta Convention Center beberapa waktu lalu.
Kak Seto mengatakan hanya orang tua yang tahu mengenal proses tumbuh-kembang anaknya, serta pengertian mendalam tentang keunikan masing-masing anak. Untuk itulah, hanya orang tuanya sendiri yang tahu seperti apa pola asuh yang tepat yang bisa membentuk karakter anak.
“Bersikap lebih kreatif dalam mendidik anak untuk ciptakan pola asuh yang tepat,” tandas pendiri dan ketua Yayasan Mutiara Indonesia ini.
Untuk mengembangkan karakter positif dalam diri anak, upaya membangun jejaring pendidikan (educational network) dengan menyambung kembali kedekatan yang komunikatif antara para orang tua, guru, masyarakat luas, dan segenap pakar pendidikan, merupakan langkah nyata yang mesti segera direalisasikan. Caranya dengan pendidikan yang dilangsungkan melalui suatu proses pola asih, asah, dan asuh secara konsepsional dan tepat.
“Sebaiknya orang tua membentuk karakter anak sejak dini.Dimulai dari anak sudah bisa mengenal lingkungannya,” saran mantan Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanegara ini. Anak lebih cepat meniru apa yang orang tua lakukan, bukan apa yang orang tua katakan. Untuk itu, ajarkan sesuatu dengan contoh, dengan tindakan yang bisa dilihat anak. Semisal orang tua ingin mengajarkan disiplin, kita pun juga harus disiplin dalam bertingkah laku.
Dijelaskan Kak Seto, metode pembentukan karakter bisa muncul dalam bentuk apa saja melalui hiburan, permainan, pikiran yang positif, sulap, dan sebagainya. Cara untuk membentuk karakter anak bisa dilakukan dengan cara keteladanan dan bimbingan penuh kasih sayang dan kesabaran serta perhatian. Dalam pembentukan karakter anak, orang tua juga harus mengamati perkembangannya, terutama dalam kehidupan seharihari anak.
”Tidak ada alasan orang tua sibuk sehingga tidak bisa memperhatikan anak, dan itu bisa menghambat pembentukan karakter anak,” ucapnya.
Penulis ternama dalam dunia anak, Vanda Parengkuan, mengatakan bahwa orang tua juga bisa menciptakan karakter anak lewat pengenalan cerita atau bercerita. Cerita yang berkisahkan petualangan misalnya, bisa dicontohkan kepada anak.
”Dengan cerita petualangan, memengaruhi pola pikir anak dan membantu anak untuk dapat mengembangkan kemampuan mereka menjadi seseorang dengan karakter atau pribadi yang lebih mandiri, peduli, tangguh, dan kreatif,” ucapnya.
okezone.com

Pentingnya Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak 

Seiring dengan perubahan zaman di mana beragam media hiburan tersedia 24 jam menyajikan tontonan dan informasi bahkan sampai ke kamar tidur, perubahan tersebut pengaruh lingkungan dan sekolah sangat menentukan perkembangan anak. 
Banyak orangtua sekarang mengalihkan tugas mereka dalam mendidik anak ke sekolah, pembantu, atau pengasuh anak, padahal tugas itu tidak bisa dialihkan, justru peran keluarga dalam mendidik anak harus lebih besar lagi, kata Lucia RM Royanto Psikolog Pendidikan dari Universitas Indonesia. Karena itu harus ada kesepakatan antara suami dan istri, siapa yang lebih besar perannya dalam mendampingi anak. 
“Suami – istri harus bisa menyiasati dengan memilih pekerjaan komplementer, suami bisa bekerja paruh waktu, istri bekerja paruh waktu. Atau istri bekerja di kantor dan suami membuka usaha di rumah. Nilai-nilai harus ditanamkan melalui orang tua karena anak jangan samapai mengikuti nilai-nilai pembantu atau baby sitter,” kata Lucia. 
Beban belajar yang terlalu menekankan pada isi daripada membekali anak dengan alat untuk belajar, justru bisa tidak produktif. Ketika anak masih kecil, anak perlu dididik berdisiplin, ada aturan yang jelas, tetapi semakin besar sebaiknya diberi keleluasaan untuk mengatur diri sendiri. 
Ahli sosiologi Pendidikan dari Universitas Indonesia Eri Seda mengatakan, pilihan terbaik dalam mendidik akan sebaiknya tidak ditempuh cara-cara ekstrem seperti terlalu memberikan keleluasaan kepada anak, atau sebaliknya terlalu keras. 
Menurut Eri, bila orangtua terlalu mendorong anak, menekankan anak untuk belajr, dan membebani anak dengan berbagai les sampai pada tingkat tidak bisa menikmati lagi, hasilnya juga tidak akan beres. Sebaliknya dalam masa pertumbuhan, anak perlu tetap dibimbing dan diberi rambu-rambu. 
Dikutip dari:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar